"Kucrut Berkata"

Satir, Liris, asem, pahit, nyinyir, nyindir, fitnah, rayu, maki, umpat, atau sekedar curhat saja dll

Wednesday, February 27, 2008

Pemekaran Wilayah: Nasi Basi Kenduri Demokrasi

[Belum selesai]

http://www.hupelita.com/cetakartikel.php?id=45198
http://www.kotabogor.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=3931&Itemid=101
http://www.sinarharapan.co.id/berita/0512/14/jab06.html
http://radar-bogor.co.id/?ar_id=NjM5OQ==&click=NQ==
http://kaskus.us/archive/index.php/t-407685.html
http://penataanruang.pu.go.id/detail_b.asp?id=438
http://sensornasional.blogspot.com/2008/02/wacana-politik-bingungkan-masyarakat.html

maaf tidak semua hasil pencaharian dari paman google bisa ditampilkan di sini.

Kenduri demokrasi di Jawa Barat dan Kabupaten Bogor setidaknya memaksa saya kembali menulis disini. Dengan segala keterbatasan kemampuan [catat: bukan karena keterbatasan infromasi] saya mencoba menuliskan beberapa pokok pemikiran.
1. Isu dan tema kampanye yang berkembang
Beragam isu yang kembang dalam proses pemilihan kepala daerah. Setidaknya ada beberapa isu yang sebenarnya relatif sama. Pertama, akan mendukung ide pemekaran wilayah. Kedua, Meningkatkan Pendidikan dan Kesehatan. Ketiga, Perda Syariah dll. Sejauh padangan penulis, belum ada yang benar-benar secara kongkrit memberikan targetan-targetan yang bisa diukur. Entah karena takut jikalau parameter keberhasilan nyata. Maka masyarakat akan mencermati dan mengawasi, apalagi didukung oleh anggota dewan yang cerdas dan memiliki keberpihakan terhadap kepentingan masyarakat.
Jika dimungkinkan penulis ingin menitipkan parameter-parameter keberhasilan yang bisa diajukan kepada masyarakat dalam kampanye dan direalisasikan atau masyarakat menuntut secara bersama dalam sebuah kontrak atau komitmen politik. Diantaranya adalah
1. Memenuhi keharusan 20% Anggaran untuk Pendidikan dengan mengecualikan pendidikan yang bersifat kedinasan, biaya birokrasi, proposal pendidikan ormas. Dengan memprioritaskan pendidikan gratis sampai dengan SMU, Peningkatan kapasitas guru dan karyawan sekolah, membangun sistem RAPBS [Rancangan Anggaran Penerimaan dan Belanja Sekolah] partsipatif antara Guru dan Orang Tua, Memangkas birokrasi rente yang bekembang di Dinas Pendidikan dan Depag [bagian pendidikan], mengefektifkan KKG dalam mebuat buku pelajaran [selama ini mereka diperdaya oleh penerbit-penerbit], memperjelas posisi lembaga pendidikan non negeri seperti pesantren dan lain-lain
2. Membuat cetak biru arah pendidikan yang jelas untuk minimal 25 tahun
3. Pemenuhan Jaminan Kesehatan dan Sosial sebagai Kewajiban Negara dalam kontek HAM konvenan Ekosob.
4. Tanah untuk Petani
5. UMR tidak dihitung atas kebutuhan seorang manusia hidup dalam keterbatasan dalam satu bulan


2. Realitas yang berkembang di lapangan: Korupsi Kampanye
lebih dari 5 bulan yang lalu dari tanggal sekarang, sudah banyak bertebaran poster, baligho, spanduk, dan kampanye terselubung terjadi. hal ini setidaknya terjadi di Kab. Bogor dimana Penulis bisa melihat dengan kepala sendiri, bagaimana benda yang tidak seharusnya dipasang waktu itu mengotori pemandangan dengan TIDAK SATUPUN DISTEMPEL OLEH DISPENDA.
Hal ini bisa diasumsikan bahwa mereka tidak membayar pajak kepada negara dan melakukan kampanye di luar waktu yang telah ditetapkan. Bayangkan berapa banyak pemasukan yang harusnya diperoleh negara untuk kembali didistribusikan sebagai dana pendidikan, kesehatan, jaminan sosial, menggaji aparat, polisi, tentara, dokter, membangun jalan dll di korupsi oleh calon-calon Kepala Daerah tersebut dengan cara tidak membayar pajak reklame. Nasionalisme macam apa yang ada di hati sanubari mereka, inikah wajah calon Pemimpin. Bayangan Pemda Depok merugi sampai dengan Rp. 305 juta akibat atribut kampanye tidak membayar pajak [http://jurnalnasional.com/?med=Koran%20Harian&sec=Jabedetabog&rbrk=&id=37264&detail=Jabedetabog] dengan asumsi 17 Kabupaten dan 10 Kota saja maka 27 X Rp. 305 Jt sama dengan 8,235 Milyar Rupiah uang pajak yang seharusnya diterima oleh negara dari pajak diluar waktunya.
Belum lagi kampanye yang menggunakan biaya perjalan dinas. Selama ini tidak ada yang mencermati dengan jelas dalam sebuah bentuk penelitian yang ilmiah, sehinggar masyarakat bisa memperoleh tabulasi antara penggunaan dana perjalan dinas, bantuan pejabat dan materi kampanye yang dilakukan. Masyarakat selalu saja disodorkan informasi yang tak lebih dari upaya mendiskreditkan pasangan lawan politik tanpa didukung dengan data yang akurat. Entah itu merupakan kekurangan yang perlu diperbaiki atau merupakan ketidakmampuan tim sukses dalam melakukan kerja-kerja yang didukung dengan data yang akurat dan penelitian yang mengikuti kaidah-kaidah penelitian ilmiah.

3. Desentralisasi kekuasaan tidak sama dengan pemekaran wilayah
sebuah kebohongan publik yang terus menerus terjadi di ranah kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia ini. Alasan pemerataan pembangunan, akses msyarakat terhadap pembuatan keputusan yang berimplikasi langsung maupun tidak langsung terjadi.
Partai politk baik yang berkuasa maupun gurem tidak memperhatikan pendidikan politik bagi masyarakat
4. Dana pemekaran wilayah: Korupsi, Birahi berkuasa, Korupsi,dan Pemborosan

5. Menempatkan pendidikan sebagai pilar utama perbaikan kehidupan berbangsa dan bernegara

6. Guru sebagai kekuatan politik
7.

No comments: